1. Kasus Korupsi Hambalang
Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) diHambalang, Sentul, Bogor Jawa Barat menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 Triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional.
Kemudian pada tahun 2004 dibentuklah tim verifkasi yang bertugas mencari lahan untuk menggolkan rencana tersebut lalu hasilnya akan menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap cocok. Terdapat lima lokasi yang disurvei yaitu Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Akhirnya tim memilih Hambalang, Citerreup Bogor karena sudah memenuhi kriteria.
Menindaklanjuti pemilihan lokasi, DIrjen Olahraga Depdiknas langsung mengajukan permohonan penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada Bupati Bogor. Bupati Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor nomor 591/244/Kpes/Hulk/2004 tanggal 19 juli 2004. Sambil menunggu izin penetapan lokasi, Dirjen Olahraga menunjuk pihak ketiga yaitu PT LKJ sebagai pelaksana pematangan lahan dan embuatan sertifikat tanah dengan kontrak No.364/KTR/P30P/2004 dengan jangka waktu sampai 9 November 2004 senilai Rp4.359.521.320.
Namun lokasi Hambalang masuk kedalam zona rentan gerakan tanah menengah tinggi sesuai peta rawan bencana Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Selain itu stataus tanah di lokasi masih belum jelas, meskipun telah dikuasi sejak pelepasan/pengoperan hak garapan dari penggarap kepada Ditjen Olahraga setelah realisasi pembayaran uang kerohiman kepada para penggarap sesuai Berita Acara Serah Terima Pelepasan/Pengoperan Hak Garapan tertanggal 19 September 2004.
Pada tanggal 18 Oktober 2005 Ditjen Olahraga diserahterimakan kepada organisasi baru yaitu Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Saat itu Adhyaksa Dault selaku Menpora mengakui bahwa untuk membangun pusat olahraga pihaknya mengajukan anggaran sebesar 125 miliar. Nilai proyek ini melejit hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora dipimpin Andi Mallarangeng. Hal ini terungkap dalam audit Hambalang bahwa pada tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi X.
Ketua Badan Pemeriksa Keungan (BPK) Hadi Poernomo menyebut total kerugian negara akibat royek Hambalang sebesar Rp463,67 miliar. Hal itu disampaikan dalam paparan laporan hasil audit Hambalang jilid II id ruang pimpinan DPR. Pelanggaran tersebut terletak pada beberapa tahapan, Pertama proses pengurusan hak atas tanah, kedua proses pengurusan izin pembangunan, ketiga proses pelelangan, keempat proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak, kelima pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan keenam pembayaran dan aliran dana yang diikuti rekayasa akuntansi
Pemaparan hasil audit kasus Proyek Hambalang dilakukan dua tahap. Tahap I BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan dalam proses pencarian uang muka yang dilakukan pihak terkait dalam pembangunan Hambalang yang mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp263,66 miliar. Laporan tahap II terdapat indikasi penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang yang mengandung penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait. Penyimpangan itu antara lain, proses pengurusan hak atas tanah, proses izin pembangunan, proses pelelangan, proses persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pembayaran dan aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa akuntansi dalam proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON) Hambalang. Dalam tahap II BPK kembali menemukan penyimpangan dalam proses pengajuan dan kerugian negara mencapai Rp471 miliar
2. Kasus Korupsi Penjualan Air Tangki PDAM Nusa Penida Bali
Kejaksaan Negeri Klungkung di Nusa Penida menetapkan dua oknum pegawai PDAM Tirta Mahottama Kabupaten Klungkung Unit Nusa Penida. Dua oknum pegawai PDAM, itu masing-masing berinisial IKS dan IKM. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan air menggunakan tangki.
Meski telah menetapkan tersangka, kerugian negara yang ditimbulkan belum diketahui secara pasti. Itu lantaran hasil penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) belum keluar hingga saat ini.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bali menyerahkan kepada Inspektorat Kabupaten Klungkung untuk mengaudit kerugian negara yang ditimbulkan oleh dugaan penyalahgunaan hasil penjualan air tangki PDAM TM Klungkung Unit Nusa Penida periode Mei 2018 s/d September 2019.
“Masih ada kendala (dalam menuntaskan kasus ini). Intinya, unsur kerugian negara kan mesti ada hasil audit. Nah BPKP Perwakilan Bali karena keterbatasan auditor, menyerahkan kepada Inspektorat Kabupaten Klungkung untuk mengaudit kasus ini,” kata Kepala Kacabjari Kecamatan Nusa Penida Putu Gede Darmawan Hadi Seputra,SH,MH, Senin (9/8).
Pihak Cabjari juga sudah bersurat ke Inspektorat Klungkung terkait permohonan penghitungan kerugian negara berdasarkan surat No. 462/N.1.12.8/fd.1/08/2021 tanggal 3 Agustus 2021.
"Kami sudah menerima surat dari BPKP Perwakilan Bali No.S.1453/PW22/5/2021, tanggal 23 Juli 2021 terkait tindak lanjut permohonan audit penghitungan kerugian negara perkara dugaan tindak pidana korupsi pada penjualan air tangki PDAM TM Klungkung Unit Nusa penida," jelas Kepala Cabang Kejaksaan Nusa Penida I Putu Gede Darmawan Hadi Seputra
Diberitakan sebelumnya, Cabang Kejaksanaan Negeri Klungkung di Nusa Penida, menetapkan 2 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penjualan air tangki PDAM di Nusa Penida.
Kedua tersangka merupakan oknum pegawai PDAM Klungkung unit Nusa Penida.
Penetapan tersangka dilakukan, Kamis 29 Juli 2021 setelah pihaknya mengantongi dua alat bukti yang cukup. Meskipun hasil kerugian negara dari BPKP belum keluar. Menurut Gede Darmawan Hadi Seputra, dua alat bukti yang dipegang pihak Cabjari sudah cukup untuk menjerat dua oknum pegawai unit Nusa Penida berinisial IKN dan IKS sebagai tersangka.
3. Problema Kasus Asuransi Jiwasraya
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya telah menjatuhkan vonis terhadap 6 terdakwa di kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Majelis Hakim sidang Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman maksimal yakni pidana penjara seumur hidup berikut denda kepada Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, Hendrisman Rahim, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018, Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra. Sementara itu, untuk terdakwa Benny Tjokrosaputro, Direktur Utama Hanson International Tbk (MYRX), Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), selain pidana penjara seumur hidup dan denda, juga harus mengembalian uang kerugian masing-masing Rp 6,078 triliun untuk Bentjok dan Rp 10,72 triliun untuk Heru.
Vonis yang dijatuhkan pada masing-masing tersangka sebagai berikut:
1. Benny Tjokrosaputro
Benny dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, Benny juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Termasuk harta benda disita kejaksaan dan dilelang jika terdakwa tidak membayar uang pengganti sebulan setelah putusan
2. Heru Hidayat
Menyatakan Heru Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang," ujar Ketua Majelis Hakim Rosmina di PN Jakpus, Senin (26/10/2020). Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman uang pengganti kerugian negara senilai Rp 10,72 triliun kepada Heru Hidayat.
"Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti sebulan setelah putusan, maka harta benda disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti," kata Rosmina.
Heru dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Heru juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Rosmina mengatakan hal yang memberatkan adalah terdakwa melakukan tindak pidana korupsi terorganisasi dengan baik, sehingga sangat sulit mengungkap perbuatannya. Kemudian terdakwa menggunakan nominee dan menggunakan hasil korupsi untuk berfoya-foya untuk perjudian.
Selain itu akibat perbuatan Heru, nasabah Asuransi Jiwasraya tidak bisa menerima manfaat yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi
3. Hendrisman Rahim
Mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Persero, Hendrisman Rahim divonis penjara seumur hidup. Hendrisman diputus bersalah telah melakukan korupsi dengan memperkaya diri dan Benny Tjokro dkk senilai Rp 16 triliun.
4. Hary Prasetyo
Lalu mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo juga divonis hukuman penjara seumur hidup dalam sidang putusan yang digelar Senin (12/10/2020).
"Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar pasar 2 ayat (1) jo pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP," ujar Majelis Hakim membacakan sidang putusan.
Putusan terhadap Hary Prasetyo tersebut sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya yakni pidana penjara seumur hidup. Sebelumnya Jaksa juga menuntut denda Rp 1 miliar.
5. Syahmirwan
Selain Hendrisman dan Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan juga divonis penjara seumur hidup karena bersalah dalam skandal korupsi Jiwasraya.
"Menyatakan terdakwa Syahmirwan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer," ujar Majelis Hakim membacakan vonis, Senin (12/10/2020).
Hakim menyatakan Syahmirwan melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP. Vonis terhadap Syahmirwan lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya, yakni pidana penjara selama 18 tahun dan denda senilai Rp 1 miliar.
6. Joko Hartono Tirto
Terakhir, Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto juga mendapat vonis yang sama, yakni, hukuman penjara seumur hidup. Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Joko terbukti bersalah melakukan korupsi yang rugikan keuangan negara senilai Rp 16,807 triliun dalam kasus Jiwasraya.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Joko Hartono Tirto secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan primer," kata Ketua Majelis Hakim Rosmina di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/10/2020).
Dalam kasus Jiwasraya, proses audit sesungguhnya sudah dilakukan berkali-kali baik proses audit dari auditor internal, auditor independen atau akuntan publik, dan auditor pemerintah. Mula-mula disaat kasus gagal bayar polis asuransi Jiwasraya belum terjadi pihak yang melakukan auditing selama ini adalah auditor internal dan akuntan publik. Setelah kasus gagal bayar terjadi pemerintah turun tangan untuk menyelidiki akar permasalahan yang terjadi. Lembaga pemerintah yang berwenang dalam melakukan pengauditan ini adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hasil dari audit yang telah dilakukan dari berbagai pihak berhasil menemukan berbagai
kejanggalan. Dimulai dari laporan keuangan Jiwasraya sejak tahun 2006, perusahaan terbukti
telah membukukan laporan keuangan dengan laba semu. Kejanggalan berikutnya muncul di 2017 saat akuntan publik memberikan opini tidak wajar terhadap laporan keuangan Jiwasraya
dikarenakan auditor menemukan kekurangan cadangan teknis sebesar Rp7,7 triliun. Selain itu, terdapat ketidaktepatan pada bagian keuntungan sebesar Rp360 miliar, namun pihak Jiwasraya sayangnya tidak memperbaiki laporan keuangannya. Hal ini membuktikan bahwa proses audit telah berjalan baik karena berhasil menemukan kesalahan-kesalahan tetapi pihak Jiwasraya sendiri tidak mencoba memperbaikinya ini membuktikan lemahnya pengendalian internal karena dapat membiarkan hal ini terjadi.
Sumber:
https://www.academia.edu/27668165/Makalah_contoh_pembuatan_isu_kasus_audit
https://balitribune.co.id/content/audit-kasus-dugaan-korupsi-pdam-diserahkan-ke-kabupaten
https://radarbali.jawapos.com/read/2021/07/30/279144/jual-air-tangki-dua-pegawai-pdam-unit-nusa-penida-jadi-tersangka
https://www.cnbcindonesia.com/market/20201027095538-17-197347/ketok-palu-ini-vonis-lengkap-6-terdakwa-kasus-jiwasraya/2
https://imagama.feb.ugm.ac.id/problema-audit-jiwasraya/